Monday, September 1, 2014

E.C.O Volume 01

Hai sobat Gua, saya hadir dengan membawa cerita buatan saya sendiri nih. Bukan hasil copas atau nyontek, ini pure hasil karya saya sendiri. Siapa sih yang gak suka cerita fiksi ? Cerita khayalan yang dibuat untuk menyenangkan pembaca.

Oh ya sobat Gua, maaf maaf ya kalau isinya bacaan semua, karena gambar ilustrasi yang saya buat jelek jadi saya gak posting dah hahahaha

Yuk cekidot


Akhir dari Awalan

Terdapat keluarga kecil bahagia, Ayah, Ibu dan dua anak laki – lakinya. Anak laki – laki nya yang paling tua bernama Gilang Eko Bagaskara, kuliah di satu sekolah tinggi swasta dan adik laki – lakinya Rizky Dwi Hidayat duduk dibangku sekolah dasar kelas 5. Keseharian Gilang (sebut saja begitu) hanyalah tidur, makan, beribadah, mengaji, bermain game, kuliah dan begitu pun seterusnya. Sedangkan adik laki – lakinya sekolah dan sepulang sekolah langsung pergi untuk bermain bersama temannya. Orang tuanya memiliki usaha rumah makan untuk menambah uang jajan.


( Jakarta 31 Desember 2013, 05.30 WIB )

Satu hari di sebuah rumah kontrakan yang berada di pinggiran DKI Jakarta. Hari ini adalah hari libur baik anak sekolah ataupun yang lain, karena akan menyambut tahun yang akan segera berganti.

 “Ka, ayo bangun katanya mau olah raga” ucap Ibu.
             
 “Hmm…. Udah bangun dari tadi kok Bu” jawab Gilang dengan santainya.
            
  “Ya sudah sana shalat dulu, itu susu sudah Ibu buatkan” terus Ibu.
            
   "Iya Bu, terimakasih” lanjut Gilang.

Gilang pun bangun dari kasurnya dan pergi kekamar mandi untuk ibadah shalat subuh.

Sekitar 15 menit sudah berlalu, Gilang pun telah selesai ibadah subuh. Gilang bergegas berganti pakaian olah raga dan mengenakan sepatu.

“Ka, naik sepeda atau lari ?” ujar Ibu 
 “Naik sepeda saja Bu, kaki ku masih agak sakit karena terkilir kemarin” jawab Gilang 
“Oh ya sudah sana berangkat udah mau jam 6 tuh, pemanasan dulu baru berangkat ya. Jangan    kelamaan juga pemanasannya nanti tidak bias lihat perempuan muda olah raga pagi loh. Ha…    haha…haha..” ucap Ibu dengan candanya. 
“Ahk Ibu, aku ini mau olah raga untuk menggemukan badanku malah dibilang liatin perempuan olah    raga. Ya sudah aku berangkat dulu” sahut Gilang.

Gilang pun bergegas setelah pamit dengan Ibunya, sedangkan Ayahnya sudah berangkat kerja jam 5 subuh. Gilang adalah seorang pemikir berat, setiap melangkah di pasti akan terus memikirkan apa yang akan dilakukannya di langkah selanjutnya. Sifat anehnya itu yang membuatnya sering mengalami pusing. Gilang pernah mencoba untuk menghilangkan sifat buruknya itu, namun itu hanya berlangsung satu hari saja di ke esokannya pasti dilakukan kembali sifat buruknya itu.

Baru 10 menit bersepeda Gilang sudah merasakan pusing dan beristirahatkan sejenak di jembatan, terlihat banyak motor yang parkir di dekat trotoar yang biasanya digunakan untuk berjalan kaki lalu di sulap menjadi tempat bermesraan. Sudah tidak heran baginya melihat pasangan muda – mudi yang bermesraan di jembatan itu, bagi Gilang itu adalah sebuah cobaan untuk mencari kekasih karena sudah lama Gilang mengunci pintu hatinya untuk seseorang.  Gilang selalu berpikir bahwa berpacaran adalah hal yang merugikan, Gilang sudh bertekad untuk membahagiakan orang tuanya terlebih dahulu ketimbang harus membuang waktu untuk berpacaran.

“Huh, apa tidak ada tempat lain untuk berpacaran ? Ini kan tempat pejalan kaki, kenapa harus  dikuasai buat tempat pacaran sih ! Terlebih banyak pedagang yang mendukung suasana mereka”    gumam Gilang.

Tiba – tiba datang seorang gadis memakai sepeda menyapa Gilang.
               
“Hai kak, masih ingat aku ?” Tanya gadis itu. 
“Hmm…. Siapa gadis cantik ini ya ? Apa aku pernah melihatnya, sepertinya tidak asing bagiku”  gumam Gilang dalam hati. 
“Kakak kok malah melamun sih ?Pasti lupa ya ? Aku yang kemarin sehabis magrib beli ayam bakar dirumah kakak” gadis itu menjelaskan 
“Oh iyah aku ingat pantas saja wajahmu tidak asing buatku, tapi nama kamu siapa ya ?” Tanya Gilang pada gadis cantik itu. 
“Nama aku Frieska Seliana, panggil aja aku Frieska. Umur ku 18 tahun 27 November 1995, sekolah di sekolah itu. Kalau kakak ?” jawab Frieska panjang. 
“Panjang ya” singkat Gilang. 
“Iya dong kak. Ihk kakak jawab dong pertanyaanku, masa cuma gitu aja sih !” cemberut Frieska sambil mengembungkan pipinya. 
“Hahaha…. Maaf maaf, namaku Gilang Eko Bagaskara panggilannya terserah kamu aja dan kuliah di dekat kolam renang yang disana” jawab Gilang sambil tersenyum. 
“Heh kakak, umur sama tanggalnya lahirnya kok tidak di jawab sih” kesal Frieska. 
“Umur dan tanggal lahir kita sama kok” jawab Gilang sambil tersenyum lagi. 
“Hah ! Kebetulan banget bisa sama, tapi aku tetep panggil kakak ahk. Hmm tapi aku tambahin ‘Cantik’ boleh ya ?ya ?ya ?” pinta manja Frieska. 
“Iya terserah Frieska saja. Aku mau sepedaan lagi, kamu masih mau istirahat ?” Tanya Gilang sambil menaiki sepeda gunungnya. 
“Iya aku ikut kakak cantik” jawab Frieska.

      Terpancar senyum yang berseri – seri di wajah Frieska, entah karena bisa berkenalan langsung dengan Gilang atau memang sedari tadi dia sudah merasa senang. Mereka berdua bersepeda bersama sambil bercanda ria mengenal satu sama lain. Gilang yang biasanya acuh tak acuh dengan perempuan tapi terlihat terbuka dengan Frieska, wajahnya berbeda dari biasanya yang terlihat cuek akan kehadiran perempuan tapi setelah kedatangan Frieska wajahnya mulai terlihat ceria, mungkin itu yang dinamakan “Jatuh Cinta”.
Memang hanya cinta yang mampu meluluhkan hati yang sekeras batu. Tak mampu manusia menahan perasaan cintanya, tanpa cinta hidup ini akan terasa kosong dan tak berwarna. Inilah yang sedang terlihat di wajah Gilang dan Frieska, meski belum ada tanda kepastian dari Gilang bahwa dia sedang jatuh cinta.
Sudah 30 menit mereka berdua mengayuh sepedanya menguras tenaga, keringat mereka berdua mengucur dengan derasnya. Hingga tiba – tiba Frieska berhenti di pinggiran trotoar.
                
 “Frieska, kamu lelah ?” Tanya Gilang dengan mengayuh sepedanya menuju tempat Frieska.
  
“Hehe, iya kak. Aku kira bisa nyeimbangin kakak main sepeda, tapi malah letih duluan… Hehe maaf ya kakak” sahut Frieska sambil mengatur nafasnya.

Gilang pun turun dari sepedanya dan menghampiri Frieska.

“Hei cantik kamu itu perempuan, jangan memaksakan apapun yang tidak sanggup kamu lakukan lagi ya ! Aku tidak ingin kamu kenapa – kenapa, juga bukan kamu yang menyeimbangi aku tapi akulah yang harus menyeimbangi kamu” ucap Gilang sambil mengelus kepala Frieska. 
“Lagian kenapa tidak bilang kalau sudah tidak kuat, aku kan sudah terbiasa bersepeda jauh” lanjut Gilang dengan diselingi menyentil pelan dahi Frieska. 
“Uhh, sakit tau kakak ihk” sahut Frieska sambil mengelus dahinya dan mengembungkan pipinya.

Gilang tersenyum lebar melihat perempuan didepannya bertingkah imut seperti itu sambil mengelus kembali kepala Frieska. Wajah Frieska pun memerah padam, sudah dari awal Frieska menyukai seorang Gilang yang berpostur agak kurus, tinggi dan putih dengan rambut yang sudah panjang menutupi keningnya.

Saat itu Frieska inginmembeli makanan untuk dirinya karena orang tuanya sedang pergi untuk menghadiri sebuah pesta dari kantor tempat orang tuanya bekerja. Frieska bertanya tempat makan yang enak pada security yang menjaga gerbang komplek rumahnya, dan hamper semua security itu menunjukan sebuah rumah makan ayam bakar yang cukup terkenal di daerah tersebut karena cita rasanya yang berbeda. Pada saat itu waktu setempat menunjukan 18.25, bagi Gilang itu adalah saatnya untuk pergi ke kampus tapi mengingatakan datangnya tahun baru jadi perkuliahan diliburkan selama 2 pekan. Jadi Gilang akhirnya pergi bermain dengan temannya.
Di saat Frieska tiba Gilang sedang bermain dengan gitar kesayangannya dan juga sudah berbaju rapih terlihat akan pergi. Frieska terdiam melihat Gilang, Frieska merasakan rasanya cinta pada pandangan pertama. Mengingat Frieska adalah anak satu-satunya dan kebiasaannya hanyalah belajar bahkan itu adalah kesukaannya, jadi Frieska tak penah menghabiskan waktunya untuk berpacaran karena bagi Frieska ‘Cinta’-nya hanyalah untuk orang tuanya. Namun Frieska merasakan perasaan yang berbeda, jantungnya berdegup kecang suaranya tak mampu keluar bahkan untuk mengatakan ‘permisi’. Frieska hanya terdiam memandang sesosok laki – laki yang sedang bermain gitar dihadapannya. Gilang baru menyadari setelah 1 menit kemudian bahwa ada perempuan berdiri didepan tempat usahanya, Gilang mempersilahkan Frieska masuk dan segera memanggil Ibunya.
Frieska pun di layani oleh Ibu-nya Gilang. Lain hal nya Gilang yang segera masuk menaruh gitar dan segera pamit untuk pergi kepada Ibunya. Gilang melangkah keluar sambil memberi senyuman manis kepada Frieska. Tak lama Gilang pun pergi, Frieska bergumam dalam hati kenapa bukan Gilang yang melayaninya saja. Gumaman Frieska tak akan merubah kenyataan yang telah ada, Gilang pun tak akan kembali untuk melayaninya. Namun sekarang Gilang yang duduk disampingnya adalah kenyataan yang sangat nyata bagi Frieska, cinta pandangan pertamanya duduk manis disampingnya sambil mengelus lembut kepalanya. Frieska sangat bersyukur atas kenyataan yang diberikan oleh Tuhan.

“Hei hei, mukanya merah begitu ? Seneng ya di belai rambutnya ?” Tanya Gilang menggoda 
“Hehe…. Aku gak nyangka saja kalau di depan aku ini adalah kenyataan, yang tadinya hanya khayalanku saja malah duduk di sampingku dan terlebih mengusap rambutku. Ini yang membuat wajahku merah kak” jawab Frieska sambil saling bertatapan dengan Gilang. 
“Oh iya, kakak kok pagi – pagi olah raga sendirian sih ? Kan biasanya cowok ganteng pasti di temenin sama pacarnya” lanjut Frieska. 
“Hahahaha…. Emangnya harus ya di temenin pacar meskipun olah raga, lagian aku juga single jadi ya pasti sendiri kemana – mana ya paling kalau lagi butuh orang ya sama temen – temen cowok saja jarang juga main sama anak perempuan. Lagi pula siapa yang mau sama cowok yang sukanya belajar seperti aku ini palingan kalau gak belajar ya cuma  Kamu sendiri kenapa tuh ?” jelas Gilang. 
“Ouh begitu, kakak suka belajar ?Kok sama sih kaya aku ?Kalau anak satu-satunya terus aku juga lebih suka belajar dan pasti dirumah terus, ngerasain pacaran juga belum kak” ucap Frieska dengan leganya. 
“Wuih…. Bagus banget kalau begitu, dengan begitu kamu menjaga tubuh kamu untuk laki-laki beruntung nanti yang bisa menikahi gadis cantik seperti kamu” sahut Gilang dengan sedikit menggoda.
Frieska pun tersenyum lembut, menahan kegembiraan bahwa orang yang mulai di cintainya itu belum di miliki oleh perempuan lainnya. 
“Kakak cantik, aku ingin kakak yang jadi laki-laki beruntung itu. Andai saja kakak tau perasaanku” gumam Frieska dalam lamunannya.
“Hei malah melamun begitu ! Nanti kesurupan loh, hahaha” goda Gilang. 
“Ihk kakak aku takut tau sama yang kaya begituan, udah ahk kita jalan pulang yuk kak” ajak Frieska.

Tanpa menjawab Gilang mengikuti Frieska berjalan pulang dengan mengayuh sepeda mereka.

Saat di jalan pulang Gilang selalu mempertanyakan hatinya
                “ Kenapa ?
                  Kenapa dengan diriku ?
                  Kenapa aku bisa bersamanya ?
             Tak biasanya aku segembira ini, kenapa dadaku ini selalu berdegup kencang saat berhadapan dengannya ?
                 Apakah ini ?
                Cinta ?”
Sepanjang perjalanan pulang Gilang selalu mengulang – ulang pertanyaan itu kepada hatinya yang seperti sedang berbunga – bunga. Gilang pun terheran akan perubahan dirinya yang menerima kehadiran perempuan disampingnya itu. Teramat banyak pertanyaan untuk hatinya itu hingga tak disangka sudah tiba didepan komplek rumah Frieska yang tak begitu jauh dari rumah Gilang.

“Kakak mau mampir gak ? Lagi gak ada mama papa dirumah, mereka baru pulang nanti jam 2” ajak Frieska 
“Iya makasih Frieska, aku langsung pulang aja. Kalau berduaan saja dirumah takutnya jadi fitnah” tolak Gilang dengan halusnya. 
“Loh tong kenal sama non Eska ?” tanya security. 
“Eh mang Amin, iya mang baru kenal tadi pas olah raga bareng” jawab Gilang. 
“Wuih beruntung banget lu tong, non Eska orangnya baik sering ngasih security yang jaga malam makanan. Udeh pacarin aje, kapan  lagi punya cewek cantik dari pada kelamaan jomblo” jelas mang Amin. 
“Yah Pak Amin, bisa aja dah muji saya” ujar Frieska malu-malu. 
“Iya mang Frieska orangnya juga baik, halus cara bicaranya, cantik lagi mang, mungkin ini yang disebut bidadari dari surga” sahut Gilang sambil menoleh kea rah Frieska.
Mang Amin hanya tertawa terbahak dan Frieska tak mampu berkata apa – apa, hanya kegembiraan yang ada di hatinya itu. Setelah perbincangan singkat itu Gilang lekas pamit kepada keduanya.

Sesampai dirumah Gilang istirahat di bangku depan rumahnya, melamunkan yang telah terjadi sesuatu yang belum pernah dia duga sebelumnya. Di kepalanya hanya ada Frieska, seseorang yang baru dikenalnya dan mampu meluluhkan hatinya yang sudah menjadi seperti batu itu.
             
"Akan sangat bahagia jika suatu hari nanti dia akan menjadi pendamping hidupku, tapi apakah dia merasakan hal yang sama denganku ini ?
Mungkinkah akan terjadi sesuatu yang sangat membahagiakan itu ?
Ahk ! Berpikir apa aku ini ?
Dia anak orang kaya, bahkan anak tunggal yang pasti akan mewariskan harta orang tuanya kelak.
Sedangkan keluargaku sederhana, namun orang tuaku tak pernah meninggalkan aku untuk kebahagiaannya sendiri sedangkan dirinya selalu sendiri  dirumah sebesar itu. Jika dia menjadi jodohku, aku akan menjaganya dan akan membuat dirinya tidak sendirian lagi”

Gilang terus menerus memikirkan Frieska, saat mandi, makan bahkan saat belajar. Meski menyadari bahwa dirinya tak sebanding dengan Frieska, namun di hatinya dia sangat ingin membuat Frieska tidak merasa kesepian lagi.

(Pukul 10.30 WIB)

Gilang sedang berkemas memasukan baju ganti dan barang bawaan lainnya, karena Gilang akan menginap di motel dekat dengan TIJA agar mereka bisa melihat pesta kembang api di pantai. Gilang pergi dengan teman – temannya yaitu Asrul, Elsa, Kian (Kentang), dan Anisa. Mereka pergi kesana dengan menaiki busway karena mengingan jalanan akan macet maka mereka tidak jadi menggunakan motor.

Setelah Gilang selesai berkemas, dia langsung pamit kepada Ibunya dan segera pergi ke terminal P.R. yang menjadi koridor busway juga. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di terminal karena padatnya jalan bagi pengguna kendaraan bermotor. Teman – temannya sudah menunggu di tangga koridor.

                “Lama banget lo lang !” ketus Asrul.

                “Sorry – sorry macet coy, gue juga harus buka warung dulu kali” jawab Gilang.

                “Dah ayo beli tiket, selagi sepi biar dapat tempat duduk didalam bus-nya” ujar Kian.

Mereka segera membeli tiket dan langsung memasuki busway arah Anc, mereka lekas duduk karena sudah terlalu lama menunggu Gilang yang datangnya telat. Sekitar 15 menit kemudian bus pun berjalan, Asrul tertidur, Kian main game di Hp, Anisa dengerin music, dan Elsa lagi asik BBMan sama pacarnya sedangkan Gilang hanya terdiam merasakan lelahnya.
(Pukul 13.00 WIB)
Mereka semua sudah sampai di depan motel yang sudah mereka pesan, setelah 2 jam setengah mereka harus merasakan pegal yang mengganggu perjalanan mereka akibat duduk terlalu lama. Namun rasa pegal mereka terbayar setelah sampai di kamar mereka yang posisi kamarnya Elsa dengan Anisa sedangkan Gilang, Kian dan Asrul di satu kamar yang sama. Mereka tak langsung istirahat, mereka hanya menaruh tas bawaan mereka dan langsung pergi keluar.

“Tang ayo ke pantai, udah gak sabar nih liat cabe pantai” ajak Asrul. 
 “Iya ayok, Lang mau ikut gak ?” lekas Kian. 
“Gak Tang, lo pada duluan aja gih gue masih mau istirahat. Emangnya lo pada gak capek apa ?” jawab Gilang. 
“Kalau Asrul mah gak capek Lang, kan tidur dia. Tuh liat aja udah nyamper ke kamar Elsa, ayo ikut nanti juga kebayar capek lo ngeliat pantai” terus Kian. 
“Gak dah Tang, Kalian duluan aja” jawab Gilang. 
Kian pun pergi keluar. 
“Gilang mana Tang ?” Tanya Elsa.
  
“Dia masih capek Sa katanya” jawab Kian. 
“Ahk lebay aja itu orang, gue aja belum tidur dari malem. Mau tidur nganterin kangkung ke pasar” ujar Asrul. 
“Paledot, gue telpon lo tadi pagi yang jawab ade lo katanya lo masih tidur. Pas gue samper tadi sekalian naruh motor di rumah lo, lo masih tidur malahan belum ngapa-ngapain. Satu lagi pas di busway, cuma lo doank yang tidur Srul” jelas Kian. 
“Tau lu Srul, kata temen gue yang sewarnet Gilang semalem main warnet sama temennya pulangnya pagi. Pas paginya gue liat dia lagi goes di PurDing, ya pasti pulangnya beresin warungnya dia kan” lanjut Elsa.
Asrul diam saja sambil menyalakan puntung rokok miliknya dan berjalan duluan. Yang lainnya pun menyusulnya, sedangkan Gilang terlelap tidur dikamarnya.

Dalam tidurnya Gilang bermimpi memiliki kekuatan terhebat yang pernah ada, di dalam mimpinya kekuatannya dibangkitkan oleh seorang perempuan cantik bersayap seperti malaikat. Perempuan bersayap itu mengakatan akan ada dimensi lain yang terbuka.
             
“Anda siapa” Tanya Gilang dengan rasa penasarannya yang tinggi.
“Aku adalah seorang Esper” jawab perempuan itu.

Gilang pun hanya terdiam tak mengucapkan satu patah kata pun karena yang sedang terbang di hadapannya adalah permpuan cantik bersayap yang menyatakan dirinya adalah seorang Esper.

“Akan ada dimensi yang terbuka yang mampu memporak porandakan bumi, aku akan membukakan semua kekuatanmu karena yang aku lihat dirimu memiliki banyak sekali kekuatan yang tak mampu di jelaskan satu per satu kegunaannya. Kau akan menjadi sebuah Esper terkuat yang pernah ada bahkan diantara yang terkuat, namun kau harus menguatkan tubuhmu terlebih dahulu agar dirimu mampu menggunakan kekuatan penuh yang kau miliki nanti” lanjut Esper itu.

Setelah Esper itu berhenti berbicara, dia menyentuh dahi milik Gilang. Setelah Esper itu melepaskan jarinya, keluar cahaya yang sangat terang dari tubuh Gilang. Bahkan Esper itu tak menyangka kekuatan yang ada pada diri Gilang akan lebih besar dari penglihatannya. Setelah itu Gilang tersadar dari tidurnya, dia melihat jam yang sudah menunjukan jam 5 sore. Gilang merapihkan kasurnya itu dan bergegas pergi keluar menyusul teman-temannya, namun Gilang tidak mengetahui dimana teman-temannya it bermain di area sebesar itu. Gilang mencoba menghubungi yang lainnya tapi tak satupun dari mereka yang menjawab, mungkin karena sedang asik bermain atau mungkin ditinggalkan karena takut terkena air nantinya.

Tak perlu berpikir panjang Gilang berjalan tanpa peduli arah yang dia tuju. Sering Gilang teringat dengan Frieska yang dia tidak beritahu kalau dirinya akan bersenang-senang. Ingin menghubungi Frieska tapi Gilang tidak meminta nomor ponsel Frieska, mengingat kejadian yang tak terduga tadi pagi dengan Frieska.

Tiba – tiba terdengar suara aneh seperti ledakan yang berasal dari arah laut, terlihat seperti meteor berjatuhan. Banyak orang yang mengabadikan kejadian itu, bahkan Gilang tidak mau ketinggalan akan kejadian yang ada dihadapannya itu. Saat memotret Gilang teringat akan kata Esper yang berada di mimpinya itu, dan menghubungkannya dengan kejadian yang sedang dilihatnya tersebut.

Setelah beberapa menit kemudian terlihat ombak yang tidak normal, namun orang – orang tidk mengindahkannya. Terlihat banyak sosok seperti monster aneh yang keluar dari laut, tetap saja orang – orang tidak menghiraukannya. Sosok monster itu memegang anak kecil dan mengangkatnya dengan satu tangan, monster itu membuka mulutnya dan terlihat ada cahaya keluar dari anak kecil itu. Ketika cahaya itu tidak keluar lagi dari tubuh anak kecil itu, berubahlah anak kecil itu menjadi debu yang berterbangan. Orang tua anak kecil itu yang melihatnya langsung berteriak tak menyangka anaknya menjadi debu, orang – orang berhamburan ketakutan melihat kejadian itu.
Gilang tak menduga bahwa yang dikatakan Esper yang ada didalam mimpinya itu akan menjadi nyata, Gilang bingung harus berbuat apa. Terlintas dipikirannya adalah keluarga dan teman-temannya, dirinya lekas mencari teman-temannya di ramainya orang yang menyelamatkan diri mereka. Lalu Gilang melihat bayangan si Esper di mimpinya itu, Esper itu mengatakan “Bayangkan”. Gilang tak mengerti apa yang dimaksudkan dari Esper itu dan terus mencari teman – teman yang harus diselamatkannya.
Gilang terus berlarian diantara orang yang melarikan diri hingga tak ayal mereka saling bertabrakan. Hingga Gilang berpikir “Seandainya aku memiliki pedang dan badan yang kuat untuk melawan monster itu” sambil membayangkan pedang ditangan kanannya. Kejadian yang tak disangka pun terjadi lagi, pedang mucul ditangannya dan badannya pun terasa bertenaga.

                “Apa ini ? Apa yang dikatakan perempuan dimimpiku itu benar ? Lalu aku harus apa ? Oh ya sebuah pelindung wajah” gumam Gilang dalam hati.

Sesuai apa yang di inginkannya, mucul sebuah topeng untuk menutupi wajahnya. Tak berpikir panjang Gilang bergegas lari mencari temannya kembali.
Terlihat oleh Gilang teman – temannya yang dijekar monster, dan saat itu Anisa terjatuh. Yang lainnya tak berani kembali menyelamatkan Anisa, monster itu segera menggapai Anisa dan mengangkat tubuh Anisa untuk di hisap cahaya dari tubuhnya. Disaat monster itu membuka mulutnya “Singgg, slat” kepala monster itu terjatuh dan Anisa pun selamat.

                “Apa ini ? Aku bisa mewujudkan pikiranku hanya dengan memikirkannya saja.
                 Aku akan menyelamatkan semua orang, ya itu pasti !
                 Bagaimana dengan orang tua dan adikku ? Bagaimana dengan Frieska” gumam Gilang.

Disaat Gilang berpikir di lamunannya, terdengar suara televisi yang memberitakan bahwa serangan monster berawal dari bagian utara semua pulau.

“Kalau begitu keluargaku dan Frieska masih bisa selamat, aku akan menyelamatkan mereka !
 Tidak ! Aku akan menyelamatkan semua orang ! Ya itu pasti !
Akan ku kumpulkan orang – orang sepertiku dan akan ku buat organisasi persatuan bagi para Esper yaitu E.C.O (Esper Code Organization)


Bersambung



Bagaimana sobat Gua karya saya ? Komen ya di bawah untuk masukan bagi saya.
Cerita ini akan di update setiap minggunya jadi pantengin terus Blog Gua Ini
Dadah
Load disqus comments

0 komentar