ATLANTIS adalah legenda, Atlantis adalah misteri, dan Atlantis
selalu mengundang pertanyaan. Benua yang disebut sebagai taman eden atau
surga itu diyakini menjadi pusat peradaban dunia pada zaman es.
Meskipun manusia sudah mencari sisa-sisa keberadaan kota ini selama
ratusan tahun dan lebih dari 5.000 buku mengenai Atlantis diterbitkan,
tidak ada satu pun yang bisa memastikan di mana sebenarnya Atlantis
berada dan benarkah Atlantis itu memang ada atau hanya dongeng yang
dikisahkan filsuf Yunani, Plato. Ratusan ekspedisi yang menjelajahi
Siprus, Afrika, Laut Mediterania, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia
hingga Mesir untuk mencari jejak Atlantis pun belum memperoleh bukti
valid di mana surga Atlantis berada.
Setelah puluhan wilayah sebelumnya tidak juga memberi bukti valid,
Indonesia kini disebut-sebut sebagai tempat Atlantis sesungguhnya,
sebuah surga dunia yang tenggelam dalam waktu sehari semalam. Di antara
begitu banyak pakar yang meyakini Atlantis berada di Indonesia adalah
Profesor Arysio Santos. Geolog dan fisikawan nuklir asal Brasil ini
melakukan penelitian selama 30 tahun untuk meneliti keberadaan Atlantis.
Lewat bukunya, Atlantis: The Lost Continent Finally Found, Santos
memberikan sejumlah paparan serta analisisnya. Santos menelusur lokasi
Atlantis berdasarkan pendekatan ilmu geologi, astronomi, paleontologi,
arkeologi, linguistik, etnologi, dan comparative mythology.
Menurut Santos, tidak kunjung ditemukannya jejak Atlantis karena
orang-orang mencari di tempat yang salah. Mereka seharusnya mencari
lokasi tersebut di Indonesia karena berbagai bukti yang kuat mendukung
hal tersebut. Pendapat Santos ini memang masih diperdebatkan mengingat
hingga kini belum ada ekspedisi khusus untuk mencari lokasi Atlantis di
kepuluan Indonesia. Dalam keyakinan Santos, Atlantis merupakan benua
yang membentang dari bagian selatan dari India bagian selatan, Sri
Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Paparan Sunda.
Santos meyakini benua menghilang akibat letusan beberapa gunung
berapi yang terjadi bersamaan pada akhir zaman es sekira 11.600 tahun
lalu. Di antara gunung besar yang meletus zaman itu adalah Gunung
Krakatau Purba (induk Gunung Krakatau yang meletus pada 1883) yang konon
letusannya sanggup menggelapkan seluruh dunia. Letusan gunung berapi
yang terjadi bersamaan ini menimbulkan gempa, pencairan es, banjir,
serta gelombang tsunami sangat besar. Saat gunung berapi itu meletus,
ledakannya membuka Selat Sunda. Peristiwa itu juga mengakibatkan
tenggelamnya sebagian permukaan bumi yang kemudian disebut Atlantis.
Bencana mahadahsyat ini juga mengakibatkan punahnya hampir 70
persen spesies mamalia yang hidup pada masa itu, termasuk manusia.
Mereka yang selamat kemudian berpencar ke berbagai penjuru dunia dengan
membawa peradaban mereka di wilayah baru. “Kemungkinan besar dua atau
tiga spesies manusia seperti ‘hobbit’ yang baru-baru ini ditemukan di
Pulau Flores musnah dalam waktu yang hampir sama,” tulis Santos. Sebelum
terjadinya bencana banjir itu, beberapa wilayah Indonesia seperti
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara diyakini masih menyatu
dengan semenanjung Malaysia serta Benua Asia.
Berdasarkan cerita Plato, Atlantis merupakan negara makmur yang
bermandi matahari sepanjang waktu. Dasar inilah yang menjadi salah satu
teori Santos mengenai keberadaan Atlantis di Indonesia. Perlu dicatat
bahwa Atlantis berjaya saat sebagian besar dunia masih diselimuti es di
mana temperatur bumi kala itu diperkirakan lebih dingin 15 derajat
Celsius daripada sekarang. Wilayah yang bermandi sinar matahari
sepanjang waktu pastilah berada di garis khatulistiwa dan Indonesia
memiliki prasyarat untuk itu. Dalam cerita yang dituturkan Plato,
Atlantis juga digambarkan menjadi pusat peradaban dunia dari budaya,
kekayaan alam, ilmu/teknologi, bahasa, dan lain-lain.
Plato juga menceritakan negara Atlantis yang kaya dengan bahan
mineral serta memiliki sistem bercocok tanam yang sangat maju. Merujuk
cerita Plato, wilayah Atlantis haruslah berada di daerah yang diyakini
beriklim tropis yang memungkinkan adanya banyak bahan mineral dan
pertanian yang maju karena sistem bercocok tanam yang maju hanya akan
tumbuh di daerah yang didukung iklim yang tepat seperti iklim tropis.
Kekayaan Indonesia termasuk rempah-rempah menjadi kemungkinan lain akan
keberadaan Atlantis di wilayah Nusantara ini. Kemasyhuran Indonesia
sebagai surga rempah dan mineral bahkan kemudian dicari-cari Dunia
Barat.
Menurut Santos, pulau-pulau di Indonesia yang mencapai ribuan itu
merupakan puncak-puncak gunung dan dataran-dataran tinggi benua Atlantis
yang dulu tenggelam. Satu hal yang ditekankan Santos adalah banyak
peneliti selama ini terkecoh dengan nama Atlantis. Mereka melihat
kedekatan nama Atlantis dengan Samudera Atlantik yang terletak di antara
Eropa, Amerika dan Afrika. Padahal pada masa kuno hingga era Christoper
Columbus atau sebelum ditemukannya Benua Amerika, Samudra Atlantik yang
dimaksud adalah terusan Samudra Pasifik dan Hindia.
Sekali lagi Indonesia memiliki syarat untuk itu karena Indonesia
berada di antara dua samudera tersebut. Jika terdapat begitu banyak
kemungkinan Indonesia menjadi lokasi sesungguhnya Atlantis lalu, mengapa
selama ini nama Indonesia jarang disebut-sebut dalam referensi
Atlantis? Santos menilai keengganan Dunia Barat melakukan ekspedisi
ataupun mengakui Indonesia sebagai wilayah Atlantis adalah karena hal
itu akan mengubah catatan sejarah tentang siapa penemu perdaban. Dengan
adanya sejumlah bukti mengenai keberadaan Atlantis di Indonesia maka
teori yang mengatakan Barat sebagai penemu dan pusat peradaban dunia
akan hancur.
“Kenyataan Atlantis (berada di Indonesia) kemungkinan besar
akan mengakibatkan perlunya revisi besar-besaran dalam ilmu humaniora,
seperti antropologi, sejarah, linguistik, arkelogi, evolusi,
paleantropologi dan bahkan mungkin agama,” tulis Santos dalam
bukunya. Selain Santos, banyak arkeolog Amerika Serikat yang juga
meyakini Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land yang
luasnya dua kali negara India. Daratan itu kini tinggal Sumatra, Jawa
dan Kalimantan. Salah satu pulau di Indonesia yang kemungkinan bisa
menjadi contoh terbaik dari keberadaan sisa-sisa Atlantis adalah Pulau
Natuna, Riau.
Berdasarkan penelitian, gen yang dimiliki penduduk asli Natuna
mirip dengan bangsa Austronesia tertua. Rumpun bangsa Austronesia yang
menjadi cikal bakal bangsa-bangsa Asia merupakan sebuah fenomena besar
dalam sejarah keberadaan manusia. Rumpun ini kini tersebar dari
Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Rumpun bangsa ini juga
melahirkan 1.200 bahasa yang kini tersebar di berbagai belahan bumi dan
dipakai lebih dari 300 juta orang. Yang menarik, 80 persen dari rumpun
penutur bahasa Austronesia tinggal di Kepulauan Nusantara Indonesia.
Namun, pendapat Santos dkk yang meyakini bahwa Atlantis berada di
Indonesia ini masih harus dikaji karena kurang dilengkapi bukti-bukti.
Pakar Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof
Wahyu Hantoro mengatakan analisa Santos masih berupa hipotesa. Wahyu
juga menilai pelu dijelaskan lebih lanjut kategorisasi jenis kebudayaan
tinggi yang ada pada zaman Atlantis serta gelombang setinggi apa yang
bisa membuat Paparan Sunda terbelah.
referensi:
-www.atlan.org
-www.lipi.go.id
-Google Map
0 komentar